Seorang sahabat memintaku untuk membuatkannya sebuah rumah kecil untuk kata. Kukatakan iya dengan senang hati. Kucarikan tempat terbaik untuknya, kubuatkan alamat yang kuharap dia sukai, kupilih pernak pernik yang dibutuhkannya dan yang terakhir kupilihkan warna yang sesuai dengan karakternya.
Rumah kecil itu masih setengah jadi saat memori 2 tahun lalu kembali berulang, saat kubuat rumah kecil untuk kataku sendiri. Aku masih sangat ingat, aku memulainya tanpa kepedulian, memenuhinya dengan apa saja yang kupikirkan dan apa saja yang kurasakan, sedangkal apapun aku tak peduli karena itulah aku pada saat itu tapi pemikiran ini terus tergerus saat kulihat rumah-rumah lain terhiasi dengan hal-hal baik, aku menjadi sangat iri dan ingin menjadi mereka untuk itu kupilih warna yang berbeda, tak lagi memenuhinya dengan apa yang kupikirkan tapi memikirkan hal apa lagi untuk memenuhinya, warna yang berlabel “lebih baik”.
Aku mencoba label lebih baik itu, bukan menulis apa yang dipikirkan tapi memikirkan apa yang ditulis dan pada akhirnya hanya perasaan tidak menyenangkan yang ada ketika aku berada di rumah kecil untuk kataku ini.
Aku berencana untuk menutup rumah kecilku ini setelah kuselesaikan rumah kecil untuk sahabatku tapi ketika aku berusaha memilih warna yang sesuai untuknya, memilih gambar yang sesuai dengan karakternya dan benar-benar mempertimbangkan alamat yang sesuai untuk rumahnya, aku tergelak sendiri. Aku sedang membangun rumah yang sesuai dengan karakter penghuninya tapi pada saat yang bersamaan aku sedang menghapus karakterku di rumahku sendiri.
Aku hanya bisa tertawa melihat diriku sendiri, ah… sempit sekali pemikiranmu fie, label “lebih baik” itu adalah sebuah keharusan tapi “lebih baik” menjadi mereka adalah hal yang percuma. “lebih baik” menjadi diri sendiri yang berusaha untuk “lebih baik” itu baru benar. :P