Minggu, 23 September 2012

Tidakkah biru itu akan selalu jadi biru?


Pertanyaan itu jawaban normalnya adalah “iya”

Tapi manusia dengan otak unik seperti kamu tidak akan berhenti sampai disitukan? Jelas sudah pertanyaan selanjutnya adalah “kenapa selalu seperti itu?”

Tapi jika kujawab “tidak” juga tidak akan berhenti sampai disitukan?

Lalu kalau kujawab “tergantung situasi” juga samakan.

Huft… bisakah kita tidak mempermasalahkan hal itu? Itu sama sepertinya bertanya mengapa bumi ini harus berputar. Meski aku punya jawaban sederhanya tapi bukan berarti aku siap dengan pertanyaan selanjutnya. Hem… sekarang aku baru sadar bahwa ternyata aku punya batas untuk menjawab pertanyaan.

Berputar


“Berputar-putar, membiarkan petunjuk arah yang ada. Berhenti atau bergerak sesuai dengan suasana hati. Tak sedikitpun takut dengan peran sang waktu yang akan menghancurkan apa saja yang ada dijalurnya. Menutup mata dari semuanya.”

Mungkin terlihat seperti sesuatu yang bodoh tapi jika itu yang diperlukan maka itulah yang seharusnya dilakukan. Jangan tanyakan sampai kapan, seperti sebuah gangsing yang berputar akan selalu ada titik hentinya, jadi biarkan. Biarkan dia terus berputar mungkin dengan begitu ia dapat melepas semuanya. Melepas semua energi yang terendap yang tidak mampu diekspresikan dalam kata atau sekedar garis diwajah.

Esok, ketika matahari mulai menghangatkan tubuh ini perlahan dan putaran itu menemui titik hentinya, kuyakin hal yang pertamaku jumpai adalah senyumnya. Dan aku akan bersiap untuk memberinya sebuah pelukan. Setelah itu mungkin kita akan duduk bersebelahan dan saling bercerita untuk waktu yang hilang diantara kita tapi mungkin juga kita akan langsung berjalan atau bahkan berlari menyusuri cerita lainnya. Apapun itu aku akan menunggu dengan caraku tentunya.