Senin, 23 Mei 2011

Nobody

Minggu, 22 Mei 2011

Rumah Kecil Kata

Seorang sahabat memintaku untuk membuatkannya sebuah rumah kecil untuk kata. Kukatakan iya dengan senang hati. Kucarikan tempat terbaik untuknya, kubuatkan alamat yang kuharap dia sukai, kupilih pernak pernik yang dibutuhkannya dan yang terakhir kupilihkan warna yang sesuai dengan karakternya.

Rumah kecil itu masih setengah jadi saat memori 2 tahun lalu kembali berulang, saat kubuat rumah kecil untuk kataku sendiri. Aku masih sangat ingat, aku memulainya tanpa kepedulian, memenuhinya dengan apa saja yang kupikirkan dan apa saja yang kurasakan, sedangkal apapun aku tak peduli karena itulah aku pada saat itu tapi pemikiran ini terus tergerus saat kulihat rumah-rumah lain terhiasi dengan hal-hal baik, aku menjadi sangat iri dan ingin menjadi mereka untuk itu kupilih warna yang berbeda, tak lagi memenuhinya dengan apa yang kupikirkan tapi memikirkan hal apa lagi untuk memenuhinya, warna yang berlabel “lebih baik”.

Aku mencoba label lebih baik itu, bukan menulis apa yang dipikirkan tapi memikirkan apa yang ditulis dan pada akhirnya hanya perasaan tidak menyenangkan yang ada ketika aku berada di rumah kecil untuk kataku ini.

Aku berencana untuk menutup rumah kecilku ini setelah kuselesaikan rumah kecil untuk sahabatku tapi ketika aku berusaha memilih warna yang sesuai untuknya, memilih gambar yang sesuai dengan karakternya dan benar-benar mempertimbangkan alamat yang sesuai untuk rumahnya, aku tergelak sendiri. Aku sedang membangun rumah yang sesuai dengan karakter penghuninya tapi pada saat yang bersamaan aku sedang menghapus karakterku di rumahku sendiri.

Aku hanya bisa tertawa melihat diriku sendiri, ah… sempit sekali pemikiranmu fie, label “lebih baik” itu adalah sebuah keharusan tapi “lebih baik” menjadi mereka adalah hal yang percuma. “lebih baik” menjadi diri sendiri yang berusaha untuk “lebih baik” itu baru benar. :P

Sabtu, 07 Mei 2011

Layang-layang dan angin

Tak peduli betapapun sakitnya kakiku karena kerikil atau kulit kerang, aku tetap senang lari bertelanjang kaki di pajak (red : pasar). Lari diantara papan-papan yang menjajakan kebutuhan sehari-hari, diantara nangboru-nangboru yang selalu memberiku uang Rp.250,- atau Rp.500,- saat aku membantu mereka mengupas sekeranjang bawang atau memetik seember cabe keriting dan senang berlari diantara ibu-ibu yang selalu mengeluh tentang harga barang yang mahal. Aku tak lagi peduli apapun kecuali hal yang di tanganku meski bajuku lusuh, meski bau tubuhku tak ada bedanya dengan ikan, daging atau ayam yang nangboru-nangboru itu jual (jika saja aku disejajarkan dengan barang dagangan mereka mungkin akan ada seseorang ibu yang membeliku), meski kakiku telah berwarna abu kehitaman karena tanah becek pajak tak kan ku pedulikan kecuali satu hal yaitu layang-layang ditanganku.

Layang-layang ya... layang-layang yang berwarna sama dengan bendera indonesiaku, merah putih, layang-layang yang ku beli atas keringatku sebagai buruh kecil di pajak, layang-layang selalu ku impikan untuk terbang ke awan. Layang-layang yang membuatku berlari menentang angin dan mengambil resiko tergores benang kaca. Layang-layang itu layang-layang yang membuatku tak memperdulikan apapun, yang membuatku mengambil resiko apa saja adalah layang-layang yang tak pernah bisa terbang ke awan.

Hari ini aku ingat, saat itu aku tak pernah membuatmu benar-benar terbang ke awan, sebentar saja kamu melayang lalu jatuh menghantam tanah. Kusalahkan angin yang tak bersahabat tapi hari ini ku akui sebenarnya tangankulah yang tak lihai menjaga kesimbanganmu.


Kuharap dimengerti, kuharap dipahami.

Minggu, 01 Mei 2011

(H)emarang

"(H)Semarang" ucapku saat lenny bertanya tentang plat kota yang terkenal dengan lumpianya. Lenny menunjukan ekspresi 'apa? yang benar saja!' aku tertawa terkekeh "beneran ini len, coba ajah kamu lihat tuh, dimana-mana kita lihat plat dengan huruf depan H itu identik dengan kota (H)emarang!" kataku  dengan muka bodoh mencoba meyakinkan, lenny hanya melirikku, melengos, tertawa dan meneruskan langkahnya melewati mobil berplat H yang sengaja berhenti agar kami bisa menyebrang.

Kami sedang menuju tempat makan yang direkomendasikan Rafa dan dekat dengan hotel tempat menginap yaitu Manggala Food Festival dari simpang lima ke arah utara di jalan Gajah Mada. Disini ada banyak pilihan makanan dan minuman, salah satunya Ajam Lombok Idjoe dan Djati Legi, tempatnya nyaman dan ada live bandnya, soal harga sangat bersahabat dengan kantong jadi gak perlu khawatir. Ada beberapa tempat lagi yang menjadi rekomendasi beberapa teman yaitu di daerah Simpang Lima di sana juga ada mall buat lidah pemilih akan lebih aman cari makanannya di mall ini lalu ada Kampung Laut tempatnya lumayan jauh dari pusat kota sekitar 1 jam'an katanya tempatnya asik dan makanannya enak berhubung gak punya banyak waktu jadi lain kali saja fie kesana (berharap dapat job trip ke semarang lagi ^-^v).

Pilihan lain yang lumayan tempatnya adalah Gama ikan bakar dan seafood. Rumah lawas (kuno) yang di sulap jadi resto ini nyaman banget buat makan bareng sama keluarga besar, serasa di rumah sendiri. Tempatnya jika dari simpang lima ke arah timur.

Buatku Semarang kota yang nyaman gak macet dan kesana kemari aku naik becak. tapi sayangnya lagi lagi karena waktu yang tidak memungkinkan karena ini job trip bukan benar benar traveling jadi tidak banyak tempat yang bisa di kunjungi dan ini dia tempat yang sempat di kunjungi :

Lawang Sewu yang lagi di renovasi dan Tugu Muda

Pusat Oleh-Oleh Pandanaran

Hal yang paling kuingat di tempat oleh-oleh ini adalah Zea selalu mengkoreksi kata kataku.
"jadi kalo beli oleh oleh disini Panandaran?"
"Pandanaran" koreksi Zea
"emang aku bilang apa tadi? benerkan Panandaran?" masih gak ngeh, zea melihatku dan mengeja kata "Pan-da-naran bukan Pan-an-da-ran" aku mengangguk mantap meski masih ngak ngeh saat itu hhahahahaha... tapi tunggu bentar deh oleh oleh yang keliatan kok cuma bandeng yah? Moaci ku kemana?!!! o... o... o... bahaya... mama keriting moaci ke mana??!!!!!