Mencoba mengusir dingin dengan memeluk diri sendiri, menghitung mundur detik, menunggu lampu bewarna merah itu berganti hijau di atas sepeda motorku. Jam 09.20 malam, aku masih dalam perjalanan pulang ke rumah. Rumah yah rumah untuk pulang. Siapa yang tak menginginkannya? Setiap dari kita pasti menginginkannya. Banyak dari kita yang bekerja keras untuk membangunnya, memenuhinya dengan banyak hal, mempercantiknya dan semua itu adalah untuk membuatnya menjadi surga kecil kita, tempat ternyaman di dunia yang tak akan terganti apapun. Mungkin jika ditanya seperti apa rumahmu? Kita mungkin sepakat dengan mengatakan “tak ada yang lebih indah dari rumahku” dan kita bersedia berkelahi untuk itu. 30 menit dalam perjalanan ada perasaan rindu yang menggenang dihatiku, malam ini aku ingin cepat sampai dirumah
Sebuah rumah bercat kuning muda dengan lampu ruang tamu yang masih menyala. Aku bisa menebak siapa yang menungguku. Pintu terbuka. Aku melihat wajah yang sangat ku kenal, Mama menyambut dengan senyum, terlihat lelah tapi tetap memaksakan diri menungguku. “dah makan?” tanyanya setelah ku lepaskan helm dan sepatu, aku menggeleng, nasi terakhir yang masuk ke perutku tadi siang tapi malas sekali rasanya untuk makan “mama, buatin susu yah?” aku tersenyum dan mengangguk cepat. Mama sudah sangat tau jika aku tak mengucapkan iya maka aku menolak untuk makan tapi aku tak pernah menolak jika dibuatkan susu coklat olehnya.
Setelah selesai membersihkan diri, ku ambil segelas coklat yang sudah tersedia dan mulai meminumnya. Di dalam sini aku merasa hangat dan ini bukan karena susu coklatnya. Kusadari rumah ini taklah sempurna, ada guratan-guratan sedih di dindingnya yang ingin ku lupakan, bagian-bagian yang ingin ku buang, pertengkaran-pertengkaran yang menguap tapi masih kuingat, keinginan untuk pergi dari sini yang masih tergantung di langit-langit rumah tapi tak akan pernah ku lakukan karena kusadari apalah artinya sempurna jika ini sudah cukup bagiku.
Rumah ini taklah sempurna tapi apalah artinya sempurna jika ini sudah cukup bagiku. Banyak orang yang tak seberuntung aku memiliki rumah untuk pulang apa lagi merasakan hangatnya cinta dari orang terkasih. Alhamdulillah. Syukur ku untuk mu Allah.
bon jovi “You take the home from the boy, but not the boy from his home”
0 komentar:
Posting Komentar