Kamis, 27 Mei 2010

Retak, sebagian darinya adalah cermin dariku

catatan 2009

Aku menemukan lagi satu cermin dari retaknya pikiranku dari sebuah obrolan menjelang pagi tahun lalu.
“jadi apa yang membuatmu bahagia?” pertanyaan black membuat ku tertawa kecil saat itu tapi hanya sebentar saja lalu menghilang saat melihat wajah seriusnya.
“banyak hal, salah satunya ini, ngumpul bareng ma temen menghabiskan waktu, bercerita tentang bayak hal”
“bukankah ini sebuah pelarianmu?”
Aku terperangkap dalam pertanyaannya dan sepertinya ia sedang menyeret sebuah banyangan keluar dari persembunyiannya. Aku terdiam mencari kata yang tepat untuk ‘tidak ditemukan’, aneh tapi itulah yang kupikirkan.
“banyak hal salah satunya adalah itu”
Black diam tak bertanya lagi tapi aku tau arah matanya hingga membuatku menyerah “yah, rata-rata adalah pelarian, kesempatan untuk keluar dari intiku, melepaskan beban tanpa harus ada airmata atau amarah”
“mengkesampingkannya sejenak karena lelah dengan segala bentuk emosi, menghindari penyesalan dari konflik ketika emosi itu meluap” seperti biasa black menemukan kata yang lebih tepat untuk menggambarkannya.
Dengan tersenyum black bercerita yang membuatku mengerti sebagian darinya adalah cermin dari aku.
“aku pernah berada pada titik tidak mencintai diriku sendiri. Ku habiskan waktu untuk membahagiakan orang-orang yang kucintai…” dia memberi jeda untukku bereaksi
“bukankah kita akan selalu seperti itu. Rasa bahagianya akan berkali lipat saat kita melihat orang yang kita cintai bahagia. Dan rasa sedihnya juga akan berkali-kali lipat saat kita melihat orang yang kita cintai bersedih hingga terkadang membuat kita meminta Tuhan untuk membiarkan kita menggantikan tempatnya, kita saja yang bersedih bukan orang yang kita cintai, karena kita tak akan pernah tahan melihatnya” ucapku
“yah dan ternyata itu pilihan buruk. Ketika sebuah perseteruan terjadi dengan orang–orang yang aku cintai, itu seperti sebuah investasi yang kuhitung, aku telah melakukan bayak hal untuk membuat mereka bahagia, tapi mengapa mereka sepertinya tak berusaha membuatku bahagia dengan mengerti aku. Sampai pada titik aku tak mampu memahami saat kutahu mereka juga menghitung investasi bahagia yang mereka tanamkan padaku”
Aku terdiam, mencoba memahami “mengapa terasa seperti ego yang dibalut kata cinta? Seharusnya kita ikhlas melakukan semuanya”
“sejauh apa ikhlasmu?”
Aku tak bisa menjawab,
“itulah mengapa aku mengatakannya sebagai pilihan buruk. Kita selalu merasa sudah melakukan banyak hal untuk orang-orang yang kita cintai begitu juga sebaliknya. Perasaan yang bersaling silang dimana di suatu titik akan bertabrakan dan kita pertanyakan”
“tapi tak sepenuhnya buruk, bukankah memang sudah seharusnya kita berusaha membahagiakan orang-orang yang kita cintai?”
“yang aku lakukan adalah mengindari masalah dengan mereka, mengalah agar tidak tercipta konflik, mengiyakan segalanya meski aku tidak menyetujuinya, menyimpannya dalam diam dan menerima apa saja yang mereka berikan untuk membuat mereka bahagia. Inilah titik dimana aku tidak mencintai diriku sendiri”
Aku terkejut dengan pemikirannya…
“aku ingin bahagia dan kebahagianku ini membuat orang-orang yang kucintai bahagia. Terasa adil, saling memahami dengan jujur terhadap perasaan masing-masing, perasaan yang saling bertautan bukan bersaling silang. Membiarkan konflik itu ada untuk saling menyesuaikan bukan saling mengalah, membangun jalan untuk mengerti dan dimengerti seutuhnya. Ini adalah usaha yang paling tepat untuk membahagiakan orang-orang yang kucintai”
Saat itu aku tak tau apakah aku harus membenarkan atau menyalahkan pemikirannya, tapi pertanyaan terakhirnya membuatku mengerti
“kamu tau mengapa aku merasa seperti itu?”
Lama aku berfikir lalu menjawabnya “perasaan hampa yang kaurasakan saat tertawa ditengah hangatnya kebersamaan orang-orang yang kau cintai”
Senyum black mengembang penuh arti malam itu.

0 komentar:

Posting Komentar