Seorang sahabat menggugat hidup “kenapa sih, Tuhan selalu mengambil orang-orang yang kusayangi dan hal-hal yang kucintai? Apakah Dia tidak tahu, aku telah belajar menghargai apa yang aku miliki, menjaganya, harus berapa kali lagi aku harus kehilangan agar Dia yakin aku telah belajar. Aku gak sanggup menjalani rasa sakit ini lagi. Kenapa dia tidak membiarkan aku mati saja, meski mungkin aku tidak bahagia ketika mati setidaknya aku tak perlu merasa sakit lagi akan kehilangan” kau bertanya dalam keputusasaan dan kemarahan.
Aku menjawabnya dengan menyadur kata-kata orang bijak yang sering terdengar untuk membuatmu lebih tenang “Karena kamu istimewa dimata Tuhan. Dia melihatmu mampu menjalani semuanya”
Kau tertawa kecil, tawa yang miris kudengar “aku tak butuh dilihat istimewa, kenapa Dia tidak melihat orang lain saja yang mampu menjalaninya, mengapa harus aku? Mengapa harus berkali-kali kehilangan?” suaramu melirih
“entahlah, yang aku tahu tak ada yang melebihi batas kemampuan kita, tentang mengapa kamu dan mengapa harus berulang kali, aku tidak punya jawabannya”
Percakapan lama yang masih menyisakan pertanyaan dihatiku hingga kemarin dalam ketidaksengajaan menonton sekilas Para Pencari Tuhan ketika bang Jek berkata “cobaan itu ada untuk melihat seberapa yakin kamu dengan dirimu mengenai Tuhanmu?”, aku menemukan jawabannya, jawaban yang paling sederhana yang bisa kupahami.
Mengapa aku?
Kau tau kan kau adalah mahkluk ciptaan Tuhan, siapa yang paling memahami dirimu jika bukan Tuhanmu, Dia tahu detail kelemahanmu dan sangat tau seberapa besar kekuatanmu, yang tak akan mampu kau reka karena Dia yang menciptakanmu. Jadi tak perlu ragu, tak ada masalah yang melebihi batas kemampuan kita.
Mengapa aku diberi cobaan?
Untuk melihat sekuat apa keyakinanmu, untuk menghilangkan segala keraguanmu akan keberadaan Tuhanmu, untuk membuatmu mengerti Dia selalu memberi yang terbaik untuk kita.
Lalu mengapa harus berulang kali?
Aku tak punya penjelasan untuk ini, tapi aku punya pertanyaan, mengapa kau memberi batas waktu untuk keyakinan akan Tuhanmu? Ketika kau menghitung rasa sakit bukankah itu artinya kau membatasi keyakinanmu?